Jumat, 24 Juli 2009

Wajibnya Mentaati dan Meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Kita wajib mentaati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjalankan apa yang diperintahkannya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Hal ini mRata Penuherupakan konsekuensi dari syahadat (kesaksian) bahwa beliau adalah Rasul (utusan) Allah. Dalam banyak ayat Al-Qur'an, Allah Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk mentaati Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Di antaranya ada yang diiringi dengan perintah taat kepada Allah, sebagaimana firmanNya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya...” [An-Nisaa': 59]

Dan masih banyak lagi contoh yang lain. Di samping itu terkadang perintah tersebut disampaikan dalam bentuk tunggal, tidak dibarengi kepada perintah yang lain, sebagaimana dalam firman-Nya:

"Barangsiapa mentaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” [An-Nisaa': 80]

“Dan taatlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.” [An-Nuur: 56]

Terkadang pula Allah mengancam orang yang mendurhakai Rasul-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:

“Maka hendaklah orang-orang yang melanggar perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang pedih.” [An-Nuur: 63]

Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya ditimpa fitnah kekufuran, nifaq, bid’ah atau siksa pedih di dunia, baik berupa pembunuhan, had, pemenjaraan atau siksa-siksa lain yang dise-gerakan. Allah telah menjadikan ketaatan dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sebab hamba mendapatkan kecintaan Allah dan ampunan atas dosa-dosanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan ketaatan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai petunjuk dan mendurhakainya sebagai suatu kesesatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat pe-tunjuk.” [An-Nuur: 54]

Allah mengabarkan bahwa pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat teladan yang baik bagi segenap ummatnya. Allah berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.” [Al-Ahzaab: 21]

Al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullahj berkata: “Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai perkataan, perbuatan dan perilakunya. Untuk itu, Allah Tabaraka wa Ta'ala memerintahkan manusia untuk meneladani sifat sabar, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan dan kesabaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanti pertolongan dari Rabb-nya Azza wa Jalla ketika perang Ahzaab. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat kepada beliau hingga hari Kiamat.” [2]

Dalam Al-Qur'an, Allah telah menyebutkan ketaatan kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneladaninya sebanyak 40 kali. Demikianlah, karena jiwa manusia lebih membutuhkan untuk mengetahui apa yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa dan mengikutinya daripada kebutuhan kepada makanan dan minuman, sebab jika seorang tidak mendapatkan makanan dan minuman, ia hanya berakibat mati di dunia sementara jika tidak mentaati dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka akan mendapat siksa dan kesengsaraan yang abadi.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita mengikutinya dalam melakukan berbagai ibadah dan hendaknya ibadah itu dilakukan sesuai dengan cara yang beliau contohkan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.” [3]

Juga sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Ambillah dariku manasik (haji)mu.” [4]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami, maka amalan itu tertolak.” [5]

Dan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan ter-masuk golonganku.” [6]

Dan masih banyak dalil-dalil lain yang menunjukkan perintah mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan larangan menyelisihinya.

[D]. Anjuran Bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . [7]

Di antara hak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disyari’atkan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas ummatnya adalah agar mereka mengucapkan shalawat dan salam untuk beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para Malaikat-Nya telah bershalawat kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada para hamba-Nya agar mengucapkan shalawat dan taslim kepada beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” [Al-Ahzaab: 56]

Diriwayatkan bahwa makna shalawat Allah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pujian Allah atas beliau di hadapan para Malaikat-Nya, sedang shalawat Malaikat berarti mendo’akan beliau, dan shalawat ummatnya berarti permohonan ampun bagi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Dalam ayat di atas, Allah telah menyebutkan tentang kedudukan hamba dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tempat yang tertinggi, bahwasanya Dia memujinya di hadapan para Malaikat yang terdekat, dan bahwa para Malaikat pun mendo’akan untuknya, lalu Allah memerintahkan segenap penghuni alam ini untuk mengucapkan shalawat dan salam atasnya, sehingga bersatulah pujian untuk beliau di alam yang tertinggi dengan alam terendah (bumi).

Adapun makna: “Ucapkanlah salam untuknya” adalah berilah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam penghormatan dengan penghormatan Islam. Dan jika bershalawat kepada Nabi Muhammad hendaklah seseorang menghimpunnya dengan salam untuk beliau. Karena itu hendak-nya tidak membatasi dengan salah satunya saja. Misalnya dengan mengucapkan: “Shallallaahu ‘alaih (semoga shalawat dilimpahkan untuknya)” atau hanya mengucapkan: “‘alaihis salaam (semoga dilimpahkan untuknya keselamatan).” Hal itu karena Allah memerintahkan untuk mengucapkan keduanya.

Mengucapkan shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh syari’at pada waktu-waktu yang dipentingkan, baik yang hukumnya wajib atau sunnah muakkadah. Dalam kitab Jalaa’ul Afhaam, Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan 41 waktu (tempat). Beliau Rahimahulah memulai dengan sesuatu yang paling penting yakni ketika shalat di akhir tasyahhud. Di waktu tersebut para ulama sepakat tentang disyari’atkannya bershalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun mereka berselisih tentang hukum wajibnya. Di antara waktu lain yang beliau sebutkan adalah di akhir Qunut, kemudian saat khutbah, seperti khutbah Jum’at, hari raya dan istisqa’, kemudian setelah menjawab muadzdzin, ketika berdo’a, ketika masuk dan keluar dari masjid, juga ketika menyebut nama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kaum Muslimin tentang tatacara mengucapkan shalawat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memperbanyak membaca shalawat kepadanya pada hari Jum’at.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Perbanyaklah kalian membaca shalawat kepadaku pada hari dan malam Jum’at, barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.” [8]

Kemudian Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan beberapa manfaat dari mengucapkan shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dimana beliau menyebutkan ada 40 manfaat. Di antara manfaat itu adalah:

1. Shalawat merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah.
2. Mendapatkan 10 kali shalawat dari Allah bagi yang ber-shalawat sekali untuk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
3. Diharapkan dikabulkannya do’a apabila didahului dengan shalawat tersebut.
4. Shalawat merupakan sebab mendapatkan syafa’at dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ketika mengucapkan shalawat diiringi dengan per-mohonan kepada Allah agar memberikan wasilah (kedudukan yang tinggi) kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Kiamat.
5. Shalawat merupakan sebab diampuninya dosa-dosa.
6. Shalawat merupakan sebab sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab orang yang mengucapkan shalawat dan salam kepadanya.

Tetapi tidak dibenarkan mengkhususkan waktu dan cara tertentu dalam bershalawat dan memuji beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali berdasarkan dalil shahih dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Para ulama Ahlus Sunnah telah banyak meriwayatkan lafazh-lafazh shalawat yang shahih, sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para Sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum
.
Di antaranya adalah:

“Ya Allah, berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia.”

Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi yang mulia ini, juga bagi keluarga beliau, para Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti jejak beliau hingga hari Kiamat.

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, PO BOX 7803/JACC 13340A. Cetakan Ketiga Jumadil Awwal 1427H/Juni 2006M]
_________
Footnotes
[1]. Diringkas dari ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 155-157).
[2]. Tafsiir Ibni Katsir (III/522-523), cet. Daarus Salaam.
[3]. HR. Al-Bukhari (no. 2697) dan Muslim (no. 1719 (18)).
[4]. HR. Al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (no. 1401).
[5]. Bahasan tentang shalawat selengkapnya dapat dilihat pada kitab Jalaaul Afhaam fii Fadhlish Shalaah was Salaam ‘alaa Muhammad Khairil Anaam (hal. 453-556), karya al-‘Allamah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dengan ta’liq dan takhrij Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman.
[6]. HR. Al-Baihaqi (III/249) dari Anas bin Malik z, sanad hadits ini hasan. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1407) oleh Syaikh al-Albani Rahimhulllah
[10‘Aqiidatut Tauhiid (hal 158-159).
[7]. HR. Al-Bukhari (no. 3370/Fat-hul Baari (VI/408)), Muslim (no. 406), Abu Dawud (no. 976, 977, 978), at-Tirmidzi (no. 483), an-Nasa-i (III/47-48), Ibnu Majah (no. 904), Ahmad (IV/243-244) dan lain-lain, dari Sahabat Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallhu anhu
[8]. Untuk mengetahui lafazh-lafazh shalawat lainnya yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi j dapat dilihat dalam buku Do’a dan Wirid (hal. 178-180), oleh penulis, cet. VI/ Pustaka Imam asy-Syafi’i, Jakarta, th. 2006 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar